Apakah Kawan CM penggemar kopi, terutama kopi
luwak? Berarti postingan saya cocok menjadi teman minum kopi hari ini. :) Saya
pribadi bukan penikmat kopi, tapi ajakan tim #JelajahGiziBali ke Bali
Pulina tanggal 30 Oktober 2015 untuk melihat perkebunan kopi dan proses
pengolahannya hingga menjadi kopi luwak, pastinya dengan senang hati saya
penuhi!
Hari gini siapa yang tidak kenal kopi
luwak? Kopi luwak berasal dari biji kopi kualitas terbaik hasil cerna hewan
luwak. Fyi, pencernaan luwak sangat
sederhana. Biji kopi (biasanya kopi arabika) yang dimakan akan dikeluarkan lagi
utuh bersama kotoran. Eits, utuhnya bukan sembarang utuh. Di dalam percernaan
luwak, biji kopi difermentasi. Kadang tercium aroma harum seperti pandan. Rasanya
dijamin nikmat! Kopi luwak aman untuk lambung karena tidak asam. Kadar
kafeinnya juga rendah (0,5%). Ini yang membuatnya istimewa. Harga satu kg kopi
luwak asli Bali Pulina mencapai Rp4 juta. Secangkir Rp50 ribu. Mahal? Di luar
negeri, harga secangkir kopi luwak malah lebih fantastis, yakni Rp500 ribu –
Rp500 juta! Wow! Itu belinya pakai duit apa kertas koran, ya? Hihihi.
Ketika matahari tepat di atas kepala, kami sampai
di Bandara Ngurah Rai, Bali. Perjalanan naik bus dari bandara menuju Bali
Pulina sekitar dua jam. Meski agak mengantuk, mata saya tidak bisa terpejam
sedikit pun. Saya asyik mengamati kanan kiri sambil mendengarkan penjelasan
gaet. Rumah-rumah batu dengan ukiran khas Bali dan bangunan pura di sudut-sudut
rumah tampak cantik dan unik. Well, boleh,
kan, saya norak-norak bergembira? Jujur aja ini memang pengalaman pertama saya
ke Bali. Jadi, rasanya excited abis!
Dari
penjelasan gaet, saya baru tahu bahwa di Bali tidak boleh ada gedung yang tingginya
melebihi lima belas meter. Bukan apa-apa, Bali rawan gempa. Selain itu,
orisinalitas daerahnya harus tetap terjaga. Bahkan, menurut gaet, ada kejadian-kejadian
“mistis” saat gedung-gedung pencakar langit dibangun. Rata-rata lantai kamar
hotel pun cuma sampai tingkat empat.
Sejenak
saya ingat perjalanan dari Medan ke Berastagi. Jalanan berkelok-kelok biasanya
membuat perut saya mual. Tapi, kali ini berbeda. Alhamdulillah, saya sehat
walafiat, Saudara-saudara! Di beberapa titik mendekati lokasi, mobil antre
berbaris. Rupanya mobil para bule. Mereka berhenti menikmati pemandangan sawah ijo
royo-royo. Retribusi yang dibayar oleh wisatawan biasanya digunakan warga
setempat untuk melaksanakan upacara keagamaan. Kalau disuruh memilih liburan ke
pantai atau gunung, saya lebih memilih gunung, seperti Bali Pulina. Segaaarrr …
tubuh berasa diselimuti hawa sejuk! Saya rindu cuaca gunung. Maklum, sampai
sekarang kemarau masih melanda Jakarta dan sekitarnya. Oiya, “Pulina” sendiri
artinya “kuno”. “Bali Pulina” berarti “Bali kuno”.
![]() |
Bali Pulina |
Jangan lupa kacamata :v |
Di Bali Pulina, kami disambut hamparan kebun kopi nan asri. Kandang
luwak di area kebun menarik untuk diamati. Ada tiga jenis luwak di sini, yakni
luwak ketan, luwak injin, dan luwak pandan. Malam hari, luwak pandan
menyebarkan aroma pandan. Luwak yang bisa mengolah biji kopi adalah luwak berumur
1 – 10 tahun. Maksimal umur luwak 15 tahun. Satu ekor luwak menghasilkan 100 gram
kopi sehari. Hati-hati, jangan menjulurkan tangan di sela-sela jeruji kandang!
Luwak sangat agresif. Salah salah kita diserang.
![]() |
Luwak di Bali Pulina |
![]() |
Biji kopi luwak bercampur kotoran |
Sebenarnya saya kasihan melihat nasib luwak.
Beberapa media mengabarkan bahwa luwak diperlakukan semena-mena demi mendapatkan
nikmatnya segenggam kopi. Lagipula, luwak itu hewan liar. Namun, Bli (panggilan untuk pria di Bali) Purna, penjaga daerah wisata Bali
Pulina, meyakinkan kami bahwa luwak di Bali Pulina diperlakukan baik. Tidak
setiap hari luwak makan biji kopi. Bosan, dong. Makannya selang-seling dengan
sayur-sayuran dan buah-buahan kesukaan mereka. Kandangnya luas. Hewan mamalia
dengan nama latin Paradoxurus hermaphroditus
ini betul-betul dirawat sedemikian rupa agar tidak stres. Btw, penjaga wisata di Bali Pulina keren-keren euy. Bahasa
Inggrisnya pada lancar kayak aer.
Biji kopi yang keluar bersama kotoran
luwak, dibersihkan, dipilah-pilah (yang hancur disingkirkan), kemudian dikeringkan
di atas tampah selama dua minggu. Sekilas mirip kacang mete, ya? Biji kopi
luwak kering disangrai pakai api kecil 45 menit sampai berwarna cokelat
kehitaman. Ayak halus. And … this is it! Kopi luwak asli siap
disesap! Jadi, deh, kami ngopi luwak sore-sore sambil nyamil gorengan. No need to worry kopi luwak halal. Soal rasa, saya kurang suka. Pahit! Kawan-kawan yang lain pada suka, sih. Selain kopi luwak, kami disuguhkan
aneka minuman, seperti kopi vanila, kopi ginseng, jahe, cokelat, dll. Favorit saya kopi
vanila dan cokelat! ^^
![]() |
Biji kopi luwak kering |
![]() |
Disangrai |
![]() |
Setelah ditumbuk dan diayak |
![]() |
Kopi luwak asli |
Gorengan |
Jelajah Gizi Bali bukan jalan-jalan biasa.
Kami mengulik kuliner setempat sambil belajar ilmu gizi dari pakarnya langsung,
yakni Prof. Ir. Ahmad Sulaeman M.S., Ph.D. Eits, jangan membayangkan raut profesor yang selalu serius dan berkerut kening,
lho. Prof. Eman mah kocak ke
mana-mana!
“Hayooo, kopi apa yang paling pahit?” tanya
Prof. Eman.
“Kopi
apa, Prof? Kopi luwak? Kopi enggak pake gula?” tebak kami. Hih, pada polos
banget jawabannya.
“Salah! Kopi-lih (kau pilih) dia daripada
aku!” sahut Prof. Eman ketawa. Kyaaa! Si Prof iseng amiiirrr hahaha!
Menurut Prof. Eman, bagus atau tidaknya
mengonsumsi kopi masih menjadi misteri. Secara umum, kopi berfungsi
meningkatkan metabolisme dan konsentrasi. Untuk sebagian orang, kopi bisa
mencegah penyakit jantung dan kepikunan. Sementara, sebagian lagi sebaliknya.
Kopi bisa menyebabkan jantung berdebar. Apalagi minumnya sambil mandangin
mantan. Mantan pacar alias suami, maksudnyaaa. Eh, tapi, serius. Sebagian orang
justru sakit jantung karena minum kopi. Ini tergantung gen masing-masing. “Biasakan
makan dulu baru minum kopi. Maksimal minum kopi dua cangkir sehari. Kalau
bermasalah saat pertama kali minum kopi, sebaiknya tidak dilanjutkan,”
wanti-wanti Prof. Eman.
Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, M.S., Ph.D. (jaket hitam)
|
Serius dengerin Prof |
Pesan pamungkas Bli Purna, “Jangan mencampur kopi luwak asli dengan gula atau flavour lain. Nanti asamnya kembali
timbul.” Well noted, Bli! Kalau
begitu, saya ngopi luwak sambil mematut diri di depan cermin. Lho, biar kopinya
manis, kaaan? *ditimpuk ayakan*
Kalau main ke Bali Pulina, jangan lupa membawa kopi luwak sebagai oleh-oleh. Nah, setelah
ini tim Jelajah Gizi Bali bakal ke mana lagi, ya? Kawan CM penasaran? Yuk, tunggu
postingan saya berikutnya! ^^ [] Haya Aliya Zaki
Bali Pulina
Banjar Pujung Kelod, Tegallalang, Kecamatan Gianyar, Bali 80561
Telp. (0361) 901728
lha, blog baru mbak?
ReplyDeleteyang hayaaliyazaki.com masih aktif juga pan?
oh ya, saya sampe sekarang masih ga bisa bayangin minum kopi yang hasil penyulingan dari perut luwak :)
apalagi liat foto di atas yang biji kopi campur kotoran luwak...
hi hi hi
Dua-duanya update, Roel. Eh itu kan biji kopinya udah dibersihin dikeringin disangrai digiling diayak segala. wekekek. Ga ada kotorannya lagiii.
DeleteKopinya pasti mantappppp
ReplyDeleteBangeeetttt
Deletembak haya ke Balinya tanggal 30 Oktober kan? kalo tanggal 30 Nov 2015 atuh belum terjadi mbak
ReplyDeleteOiya makasih koreksinya.
DeleteKerennyaaaa... Moga2 tahun depan daku bisa ikut tim Jelajah Gizi, aaamiiin :)
ReplyDeleteAyo ikutan! Tahun depan ada lagi! :)
DeleteWah...jadi penasaran. Blom pernah nyoba kopi luwak.
ReplyDeleteCoba aja. Mungkin suka, Yu.
Deletekeren jalan jalan ke bali, semoga tahun depan bisa ikutan seperti ini..
ReplyDeleteAamiin. Ayo ikutan lomba Jelajah Gizi, Mas.
DeleteKereeen mupeng ke bali lagi heheheeh
ReplyDelete