Konser Bruno Mars "The Moonshine Jungle Tour" Jakarta (1)
Jantung saya kebat-kebit melihat omak-omak rambut panjang merepeeet terus sepanjang antrean. Untunglah antre di lantai dua tidak selambreta leleta di lantai satu. Akhirnya, saya sampai juga di depan pintu masuk.
Jantung saya kebat-kebit melihat omak-omak rambut panjang merepeeet terus sepanjang antrean. Untunglah antre di lantai dua tidak selambreta leleta di lantai satu. Akhirnya, saya sampai juga di depan pintu masuk.
Oiya, saya belum cerita. Yang bikin rada
sedih, camilan yang saya bawa harus di-drop semua di dekat pintu masuk di lantai
satu. Satu botol air mineral, sebungkus permen, dan satu lembar roti maryam
yang uenak kali seolah melambai pasrah mengucapkan selamat berpisah. Jelas
saya menolak!
![]() |
Tiket di-scan |
“Ini, kan, bukan nonton bioskop, Bu.
Semua makanan dan minuman harus ditinggal di sini,” jawab bapak petugas
berkumis melintang.
Saya memonyongkan mulut. Ya, ya, enggak usah dipertegas,
toh, Pak, kalau saya belum pernah nonton konser keren kayak gini. “Nanti kalo
saya haus kek mana, Pak?” tanya saya seraya menatap nanar pada camilan-camilan
tersebut.
“Nanti di dalam dikasih Aq**, kok, Bu,”
jawab bapak petugas dengan wajah tambah ketat.
Hm, okelah. Minimal bisa minum, pikir saya. Saya mengingat-ingat tempat bapak petugas meletakkan
camilan saya. Kalau konser bubar, mau saya ambil lagi rencananya hihihi. Enggak
mau rugi weee. Selain makanan dan minuman, penonton juga tidak boleh membawa botol
kaca/kaleng, senter, pointer, petasan, alat peledak.
Di depan pintu masuk,
tiket di-scan. Semua penonton dipakaikan gelang. Pukul 19.00 saya
berhasil mendarat sempurna di dalam ruangan konser. Yeay, berhasil!
Berhasil! Berhasil! *nari ala Dora* *lap keringet*
Sumuk gara-gara antre
tadi langsung terobati. Soale AC di dalam ruangan konser MEIS dingiiin!
Wiiih … memang ruangan konser yang ciamik. Bersih-sih-sih-siiih. Pantas saja
bapak petugas ngotot saya tidak boleh bawa makanan dan minuman ke dalam.
Panggung besar tertutup tirai membuat dada berdebar. Akankah Bruno Mars keluar
dari balik sana? Di kanan kiri panggung ada layar. Kabarnya, MEIS adalah tempat
konser favorit para promotor. Beyonce dan Jennifer Lopez pernah tampil di sini.
Mantap!
![]() |
Kiri panggung |
![]() |
Kanan panggung |
Saya masih berdiri
planga-plongo di depan panggung. Gerombolan penonton silih berganti masuk
seradak-seruduk. Bolak-balik saya terdorong ke depan. Kadang-kadang kaki
keinjek. Auuu! Pengin marah, ini kaki masih dipakeee!
Teriakan “Brunooo …!
Brunooo …! Brunooo …!” dari para ABG terdengar. Beberapa ABG berpakaian minim
berdiri di dekat saya. Selain berteriak-teriak, mereka juga sibuk
nunal-nunul ponsel canggih dalam genggaman.
Tongsis-tongsis mulai bermunculan.
![]() |
Tongsis paling panjang yang pernah saya lihat |
Di
dekat saya juga ada penonton omak-omak dan bapak-bapak. Ada yang rombongan dan
ada yang sendirian. Berasa punya teman senasib, saya melipir di dekat omak-omak yang sendirian anteng main games. Doi tidak merasa terganggu sama
sekali dengan kondisi sekeliling. Beda dengan saya yang memandang dengki kepada
penonton berpasangan. Kek mana enggak dengki, yang laki-laki bolak-balik membelai rambut
yang perempuan, membujuk supaya sabar nunggu. Hadeuuuh … saya, kan, jadi ingat
belaian suami huhuhu. *buang mukak*
![]() |
Selfie muka manis |
Eh,
begitu noleh ke belakang, mata langsung berbintang-bintang. Kursi berwarna
merah berbaris cantik. Jaraknya sekitar sekian belas meter dari saya. Hm,
kebayang dalam gerakan slow motion, bokong saya menduduki bantalan
kursi yang empuk itu. Nikmatnyaaa. Kaki sudah pegal-pegal, nih!
![]() |
Kursi merah |
“Mbak, Mbak, nanyalah,” sapa saya kepada penonton omak-omak yang anteng main games.
“Ini tiket saya. Saya duduk di mana?”
Si mbak terdiam
sebentar. “Lho, ini, kan, Green Ticket, Mbak. Jadi, kita berdiri di depan gini.
Enggak duduk,” jawabnya santai.
Waks! Seketika saya
teringat kalimat ‘free standing’ di keterangan tiket. *tepok jidat*
Ciyus? Berarti saya berdiri sampai konser selesai?! Begitu?! Baiklah! Sekarang
masih pukul 19.30. Menurut jadwal, konser mulai pukul 20.00. Terus, selesainya
kapaaan? Belum tahu. Encok jangan kambuh, please ….
Waktu berjalan suaaaangat
lambat. Aksi desak-desakan dan dorong-dorongan masih berlanjut. Mana
sinyal ponsel senin kemis. Gagal, deh, upload foto-foto
dan bikin status supaya teman-teman sirik hihihi. Untung masih bisa SMS-an sama
eyangnya anak-anak di rumah. Sementara, bapak petugas berkumis melintang dkk
‘memainkan kemahirannya’ melempar botol Aq** ke arah penonton free
standing yang berseru kehausan. Pak, Pak, kirain dibagi satu-satu.
Sudah pasti yang dapat penonton yang berdiri di barisan depan doang. Kalau
melempar ke belakang dikit, kepala kami benjol, dong.
![]() |
Selfie muka bete |
Pukul
20.15 masih belum ada tanda-tanda penyanyi bernama asli Peter Gene Hernandez
ini keluar. Tongsis sudah tarik ulur. Sebagian penonton, termasuk para ABG
tampak mulai lemas. Ada yang jongkok, bahkan cuek duduk di lantai. Saya kasih
minyak kayu putih supaya mendingan. Kebiasaan omak-omak, ya. Selain camilan,
segala minyak kayu putih, hand sanitizer, tisu, saputangan,
hansaplast, semua lengkap dibawa. Diam-diam saya bersyukur sudah mengisi perut
dengan sepiring somay telur dan satu lembar kue maryam sebelum berangkat.
Sampai sekarang, alhamdulillah belum merasa lemas sama sekali. Tanpa makan
barang sesuap dan minum barang seteguk. *kayak lagu dangdut* Meski, teteup,
tenggorokan seret pol. Heran, padahal dulu kalau disuruh berdiri upacara
setengah jam aja mata berkunang-kunang. Dasaaarrr!
![]() |
Penonton yang lemas |
“Brunooo …! Brunooo …!
Brunooo ….!” teriak para ABG tidak sabaran. Rombongan ibuk-ibuk dan bapak-bapak
tidak ikut berteriak, tapi bahasa tubuh mereka seolah mendukung sikap para ABG
hihihi.
Tidak berapa lama,
terdengar suara panitia meminta penonton menyanyikan lagu Indonesia
Raya sebelum konser dimulai. Diiringi musik, kami nyanyi sama-sama.
Saat bernyanyi, dua layar besar menampilkan bendera merah putih. Duh, kenapa
saya jadi terharu, ya? Hiks.
![]() |
Penonton MEIS |
Menit demi menit
berlalu. Kirain setelah itu Bruno Mars bakal nongol. Ternyata, enggak. Selama
berdiri, saya sering-sering menekuk lutut. Dari informasi yang pernah saya
baca, berdiri terus-menerus tanpa menekuk lutut, bisa membuat seseorang
pingsan.
Pukul 21.05. Sudah
telat 1 jam! Teriakan para ABG masih terdengar bersahut-sahutan walau agak
melemah. Hhh … sebenarnya, saya sendiri sudah hampir tidak kuat menunggu. Tapi,
di sisi lain, saya enggan melewatkan kesempatan langka ini. Belum tentu
besok-besok saya punya kesempatan lagi. Kali aja pengalaman ini bisa jadi bahan
buat tulisan di naskah novel remaja? Iya, kan, Kawan CM? Atau, buat tulisan di blog? Lagian, tanggung
amat kalau mau pulang, kan? Di tengah kegalauan, tiba-tiba ….
“Hellooo ….” [bersambung]
Haya Aliya Zaki
Konser bruno mars ini kemarin informasinya tersebar loh, tapi memang harus ke jakarta jadi yah nggak ada uangnya, lebih baik cari yang lainnya. itu gambarnya ada yang pakai tongsis panjang yah mak
ReplyDeletewah blog baru ya mak...melalak artinya apa nih , pasti bahasa medan ya hehehe. lagu-lagi Bruno mars enak-enak nonton live pasti lebih asik...
ReplyDeleteYa ampuuunnn judulnya upacara di konser Bruno ya? Berdiri terus :)))
ReplyDeleteBrunooooo .... brunooo
ReplyDeleteuups....
Tsah... si Kakak nonton konser ga ada ngajak-ngajak yaaaa
Huahaha... kebayang mak Haya menatap dengki mereka yang dielus sambil dibilang sabar... cup cup... sabar ya, mak.... :))))
ReplyDeletecant stop myself from laughing :)))))
ReplyDeleteHayaaa....notonnya sendirian? Aje gile...nekaaat abis gegara mau nonton si Bruno. Bruno, bruno, brunooo...
ReplyDelete